SATE di SHINJUKU OMOIDE
YOKOCHO
Ini adalah
vacation ke Jepang yang ke 3 kali bersama keluarga dan kesekian banyak kali
urusan kerja. Tidak bosan ke Jepang
berkali2? Jawab saya, tidak. Kalau biasanya cuti 15 hari dibagi2 ke
beberapa tempat, kali ini 15 hari penuh hanya di Tokyo dan sekitarnya.
Tokyo? 15 hari? Haha
iya, Tokyo itu seperti Jakarta, penghuninya muter terus tidak ada habis2nya.
Kota yang senantiasa ramai 24 jam dan memiliki dua sisi, moderen dan tradisional
berjalan serasi berdampingan. Bahkan 15 hari belum mengcover semua tempat2 yang
saya rindu dan impikan di Tokyo. Nah serukan!
Kali ini saya ke
daerah Omoide Yokocho. Dari stasiun Tokyo
mengambil Chuo Line kearah stasiun Shinjuku. Perjalanan kereta kurleb 14 menit
dengan 4x pemberhentian. Cepatkan?!
Keluar dari stasiun bawah tanah Shinjuku, pop up disebelahnya Odyaku
departement store, lalu berjalan kaki kurleb 5 menit menuju Shinjuku Omoide
Yokocho.
Pemandangan
gedung2 tinggi dan ribuan pejalan kaki hilir mudik, serta mobil2 terbaru bersliweran,
semua teratur rapi jali.
Nah, Omoide
Yokocho adalah gang sempit tradisional, berada di tengah2 keramaian dan pergedungan
tinggi menjulang nan moderen. Gang sempit ini terletak dibalik pertokoan penukaran
uang dan tempat jual beli barang2 bekas branded (tas2 branded, cocok buat ibu2
yang ingin jual beli tas2 branded dengan kualitas super oke. Bila mau tukar
uang atau beli lotre tinggal mlipir ke ruko sebelah).
Berkeliling
memasuki gang2 sempit bernuansa tradisional ini memang mengasikkan. Aroma wangi
sate yang sendang dibakar dan harum khas-nya sake hangat memenuhi seluruh penjuru
gang. Hanya beberapa kedai saja yang
menjual makanan lain selain sate dan ramen.
Sebagian besar kedai menjual sate (ayam, sapi, babi, sayuran) dan kuah
terbuat dari jeroan, tulang, daging yang dimasak menggunakan miso paste.
Satu langkah
memasuki Omoide Yokocho, sepertinya kita lupa bahwa kita berada di Shinjuku
yang terkenal padat dan ramai. Hingar-bingar Shinjuku seolah tertelan oleh
wajah kedai2 kayu tradisional nan sempit tapi hangat, membawa kenyamanan
tersendiri bagi penikmatnya, seperti saya. Apalagi sapuan dingin sepoi2 udara 4ºC
membawa suasana lapar to the max.
Rata2 kedai
disana sangat sempit, terdiri satu counter lurus dengan bangku panjang terbuat
dari kayu, mungkin hanya untuk 6 orang. Lalu biasanya mereka punya tempat di
lantai dua, model tatami (duduk dilantai yang beralas bantal), dan itupun tidak
lebih dari 10 orang.
Sajian khas
Omoide Yokocho adalah sate (sapi, ayam, babi, jeroan, sayuran) dan kuah kaldu
dengan bumbu miso paste. Satenya mirip sekali dengan sate Klatak khas Jogja
yang super irit bumbu, hanya garam dan merica. Sate ini bisa disajikan dengan
menambahkan kecap Jepang bila suka. Bahkan beberapa menyantapnya tanpa garam
dan merica.
Rahasia
ke-enak-annya terletak pada pilihan bahan2nya, yaitu si daging-nya itu sendiri.
Tanpa ditambah bumbu apapun, si daging membawa rasa manis yang khas. Rahasianya
lagi adalah cara memanggang, dengan memutar/membolak-balikkan secara konsisten
membuat sate empuk, dan matang merata.
Sate boleh
dinikmati dengan sruput2 kuah kaldu mendidih berbumbu miso paste. Dan tentu
penemannya adalah sake (alkhohol dari hasil fermentasi beras, disebut juga arak
beras) yang disajikan panas, berwadah gelas sake yang sebelumnya sudah
dipanaskan. Wueee mantap jiwa raga..
|